BAB
l
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Secara historis bimbingan dan
konseling timbul dari masalah pekerjaan atau jabatan yang kemudian berkembang
ke bagian-bagian yang lain. Karena itu, untuk memperoleh pekerjan yang sesuai
dengan apa yang ada dalam diri individu, diperlukan bimbingan yang
sebaik-baiknya. Karier adalah pekerjaan, profesi (Hornby, 1957). Seseorang akan
bekerja dengan senang hati, dengan penuh kegembiraan apabila apa yang
dikerjakan itu memang sesuai dengan keadaan dirinya, sesuai dengan
kemampuannya, sesuai dengan ,minatnya. Tetapi sebaliknya, apabila seseorang
bekerja tidak sesuai apa yang ada dalam dirinya, maka dapat dipastikan ia akan
kurang bergairah dalam bergairah, kurang senang, dan kurang tekun. Dengan
demikian, dapat dikemukakan bahwa prinsip dasar agar seseorang dapat bekerja
dengan baik, dengan senang, dengan tekun, diperlukan adanya kesesuaian antara
tuntutan dari pekerjaan atau jabatan itu dengan apa yang ada dalam diri
individu bersangkutan. Untuk mengarahkan ke hal tersebut diperlukan bimbingan
secara baik, dan ini merupakan salah satu tugas dari pembimbing untuk
mengarahkannya. Dengan demikian maka akan jelas apasebenarnya bimbingan karier
itu.
Dalam makalah ini, juga membicarakan
tentang teori Trait-Factor dimana teori ini menekankan pada kemampuan manusia
untuk berfikir rasional dan memandang masalah-masalah harus dipecahkan dengan menggunakan
kemampuannya tersebut. Baik itu masalah yang terjadi dalam dirinya sendiri
maupun yang datang dari lingkungan, serta membahas tentang fase-fase-fase dalam
proses konseling, asumsi-asumsi dari beberapa ahli mengenai teori trait-factor,
serta rangkaian langkah kerja dalam konseling. Untuk membantu dalam proses
pemecahan masalah tersebut, di butuhkan pula pendekatan-pendekatan pada individu dari
seorang konselor. Dimana pendekatan yang dilakukan sebaiknya disesuaikan dengan
karakter individu serta menurut topic permasalahan dari individu yang
bermasalah.
Untuk itu, makalah ini mencoba
menjabarkan tentang cara-cara yang baik untuk individu agar kariernya dapat
berjalan sesuai bakat, minat, intelegensi serta keterampilan yang dimiliki
secara efiktif dan efisien.
1.2. Tujuan
·
Membantu
individu dalam memilih suatu bidang pekerjaan yang sesuai dengan potensi
individu itu sendiri
·
Memahami dirinya
sesuai dengan kemampuan otak, bakat serta komponen lainnya.
·
Mengetahui
segala persyaratan yang harus dipenuhi untuk dapat sukses dalam bidang
pekerjaan tersebut.
·
Serta berfikir
secara rasional terhadap kedua pernyataan tersebut.
1.3. Sasaran
·
Diperuntukkan
bagi sisiwa atau pelajar-pelajar yang akan melanjutkan studinya ke jenjang yang
lebih tinggi
·
Calon-calon
pelamar kerja pada perusahaan atau pemerintah, serta
·
Bagi konselor
untuk membantu permasalahan diatas.
BAB
II
PERMASALAHAN
Bila kita
berbicara tentang permasalahan dalam berkarier, maka yang kita bayangkan adalah
pekerjaan. Padahal masalah karier bukan hanya menyangkut soal kerja, melainkan
juga studi untuk mencapai pekerjaan tersebut. Dalam berkarier, banyak orang
salah menempatkan dirinya dalam pekerjaannya, dimana pekerjaan mereka tidak
sesuai dengan bakat dan minat yang mereka miliki. Hali ini terjadi karena banyak
factor, dari dalam dan luar. Tidak sedikit orang zaman sekarang yang mencari
pekerjaan karena lowongan penerimaan yang banyak, walau bakatnya tidak sesuai yang
mereka pikirkan hanya “asal dapat kerja”(
the bunt of a job). Sehingga timbul masalah baru dimana mereka tidak
menguasi dengan baik terhadap bidang pekerjaan mereka. Dan pada intinya kedua
hal ini terjadi karena mereka tidak mampu berpikir rasional atas bakat yang
mereka miliki dengan peluang yang ada.
Sedangkan
permasalahan studi kareier dapat kita lihat pada siswa-siswa yang akan
melanjutkan studi mereka pada jenjang yang lebih tinggi. Permasalahannya adalah
mereka tidak memahami dimana bakat mereka, bagaimana menyalurkannya, tidak
mampu menentukan suatu bidang studi yang menuntut pola kualifikasi yang sesuai,
baik dengan kemampuan dibidang kognitif maupun dengan arah minatnya.
Permasalah-permasalah
diatas akan dibantu oleh konselor dengan menggunkan metode-metode dalam
bimbingan dan konseling karier, tentunya dengan kerjasama yang baik antara kedua
belah pihak.
BAB
III
KONSEP
POKOK TEORI
3.1.
Isu-Isu Dalam Perkembangan Karier
Berbicara soal
isu, maka oknum yang berperan biasanya adalah masyarakat dimana masyarakat
sebagai penilai terhadap apa yang sedang atau telah kita lakukan. Dilihat dari
segi studi atau bidang-bidang jurusan dalam bangku sekolah atau perkuliahan,
maka banyak masyarakat yang beranggapan bahwa jurusan yang baik untuk dipilih
adalah jurusan yang akan mengarah pada Pegawai Negeri Sipil (PNS), dimana
Pegawai Negeri Sipil dianggap memilik hidup yang sejahtera dengan pensiunan
yang kelak akan diterima. Selain itu ada pula yang mengsiukan bahwa jurusan
yang baik dipilih lebih berorientasi pada kejuruan seperti SMK, dan menganggap
bahwa sekolah umum hanya sia-sia, Karena tidak semua orang mampu untuk
melanjutkan ke bangku perkuliahan,
sehingga dengan masuk ke sekolah kejuruan, maka tidak perlu bersusah payah
untuk kuliah.
Namun ketika
kita membahas isu dalam bekerja, maka ada juga yang berpendapat bahwa banyak
orang yang bekerja hanya berorientasi pada keinginan untuk lebih cepat
mendapatkan uang tanpa memikirkan dampak negative yang akan ditimbulkannya.
Seperti, kolusi, korupsi dan nepotisme. Walaupun pada kenyataannya tidak semua
orang seperti itu.
Mengambil satu
contoh kasus pada karier seorang guru, dimana banyak guru yang diisukan dalam
menjalani kariernya banyak yang melenceng dari pendidikan yang telah
digelutinya. Misalnya saja seorang sarjana biologi yang mengajar pada studi
sosiologi. Hal ini banyak terjadi sehingga, anggapan yang muncul adalah
kurangnya pemahaman materi yang diberi.
Isu-isu diatas
hanyalah segelintir dari isu-isu yang terjadi dalam masyarakat. Ada isu-isu
yang dapat membangun namun banyak juga yang bisa menjatuhkan dalam proses
pengmbangan karier seseorang. Maka tugas kita disinilah agar isu-isu tersebut
dapat dinetralisir dikalangan masyarakat, sehingga timbullah sugesti-sugesti
positif yang sedikit banyak akan membantu proses pengembangan karier. Dan cara
yang yang paling utama adalah dengan menempatkan studi dan karier pada posisi
yang benar-benar tepat sesuai dengan bakat dan minat masing-masing individu.
BAB
IV
PEMBAHASAN
4.1. TEORI-TEORI STRUKTURAL
a. Teori
Trait-Factor
Pendekatan-pendekatan trait-factor atau matching,
berpasangan dengan metode-metode actuarial, merupakan tema yang patut
dimuliakan dalam bimbingan karir. Pada pendekatan-pendekatan trait-factor lebih
deskriptif pengaruh-pengaruhnya terhadap pilihan daripada bersifat menjelaskan
perkembangan karier. Pada pendekatan trait-factor, individu dilihat sebagai
suatu pola sifat-sifat, seperti minat-minat , bakat-bakat, hasil-hasil belajar,
cirri-ciri kepribadian yang dapat diidentifikasikan melalui alaat-alat
objektif. Biasanya dengan melalui tes-tes atau inventori-inventori psikologis
dan kemudian dibuat profilenya untuk menggambarkan potensi individu.
Pendekatan-pendekatan trait-factor memandang okupasi-okupasi dengan cara yang
sama, yaitu mudah dibuat profilenya menurut “banyaknya” sifat-sifat individu
yang diperlukan.
Williamson telah merumuskan sejumlah asumsi yang mendasari
Trait-Factor Counseling dalam suatu karangan yang dimuat dalam Theories of
Counseling (Stefflre, 1965) yaitu:
1. Setiap
individu mempunyai sejumlah kemampuan dan potensi, seperti taraf intelegen,
bakat khusus, dan tahap kreatifitas, serta taraf minat dan keterampilan yang
sama-sama membentuk pola yang khas untuk individu itu.
2. Pola
kemampuan dan potensi yang tampak pada seseorang menunjukkan hubungan yang
berlain-lainan dengan kemampuan dan keterampilan yang dituntut pada seorang
pekerja diberbagai bidang pekerjaan. Juga minat-minat yang dimiliki seseorang
menunjukkan hubunggan yang
berlain-lainan dengan pola minat yang ditemukan pada pekerja-pekerja diberbagai
bidang pekerjaan.
3. Sesuai
dengan pola kurikulum program-program studi menuntut kualifikasi-kualifikasi
tertentu. Calon siswa akan belajar lebih mudah dan dengan hasil yang lebih
memuaskan, kalau pola dan minatnya sesuai dengan pola kualifikasi tertentu yang
dituntut dari seorang siswa yang mengikuti program studi tertentu.
4. Setiap
individu mampu, berkeinginan, dan berkecenderungan untuk mengenal diri sendiri
serta memanfaatkan pemahaman diri itu dengan berpikir baik-baik, sehingga dia
akan menggunakan kemampuan-kemampuannya semaksimal mungkin dan dengan demikian
mengatur kehidupannya sendiri secara memuaskan.
Frederickson (1982:18) mengemukakan
beberapa asumsi yang mendasari teori trait-factor yaitu meliputi:
1. Setiap
individu memiliki suatu pola sifat-sifat yang unik yang dapat diukur secara akurat
dan realiable.
2. Setiap
okupasi memiliki suatu pola persyaratan-persyaratan sifat yang unik dan dapat
diukur yang diperlukan agar okupasi itu dapat dikerjakan dengan berhasil dalam
berbagai setting.
3. Adalah
mungkin mencocokan sifat-sifat individu dengan sifat-sifat pekrjaan.
4. Makin
dekat kecocokan antara sifat-sifat individu dan sifat-sifat persyaratan kerja,
maka lebih produktif dan puas seseorang dalam okupasi khusus itu.
Asumsi-asumsi diatas dapat membawa
kepada suatu interpretasi kaku tentang konseling karier, yaitu mencocokkan
orang-orang dengan pekerjaan-pekerjaan pada suatu waktu spesifik dalam
hidupnya. Dalam hal ini konseling jabatan/karier berpegang pada teori
kepribadian yang dikenal dengan nama teori Trait-Factor. Yang dimaksudkan
dengan Trait adalah suatu ciri yang khas bagi seseorang dalam berfikir,
berperasaan, dan berperilaku, seperti adanya intelegensia (berpikir), iba hati
(berperasaan), dan agresif (berperilaku). Ciri-ciri dianggap sebagai
dimensi-dimensi kepribadian, yang masing-masing membentuk suatu skala yang
terentng dari sangat tinggi sampai sangat rendah.
Dengan demikian, misalnya seseorang
dapat diidentifikasi sebagai salah seorang yang memiliki intelegen yang tinggi,
kurang iba hati, dan agak agresif. Ciri-ciri itu diketahui melalui tes-tes
psikologis. Beberapa ahli psikologi telah mencoba untuk menemukan seperangkat
cirri dasar yang terbatas jumlahnya, dengan menganalisis data hasil testing
psikologis melalui teknik statistik yang disebut Factor-Analysis. Ciri-ciri
yang mereka temukan disebut dengan Factors. Jadi, teori Trait-Factor dapat
disimpulkan adalah pandangan yang mengatakan bahwa kepribadian seseorang dapat
dilukiskan dengan mengidentifikasikan sejumlah ciri, sejauh tampak dari hasil
testing psikologi yang mengukur masin-masing dimensi kepribadian itu.
Konseling Trait-Factor berpegang pada
pandangan yang sama dan menggunakan tes-tes psikologi untuk menganalisis atau
mendiagnosis seseorang mengenai ciri-ciri atau dimensi-dimensi kepribadian
tertentu, yang diketahui mempunyai relevensi terhadap keberhasilan atau
kegagalan seseorang dalam memangku jabatan dan mengikuti suatu program
studi. Dalam hal ini program studi
diinstitusi pendidikan juga dipandang sebagai jabatan sehingga diikuti sebagai
cara bekerja yang sama terhadap pilihan bidang studi dan pekerjaan. Dengan
demikian,aliran konseling jabatan telah memperluas diri menjadi konseling
jabatan-akademik, yang dewasa ini sering disebut Konseling Karier.
Mengenai martabat kehidupan manusia,
Williamson berpendapat bahwa manusia berpotensi untuk melakukan yang baik dan
yang jahat. Namun, makna kehidupan adalah mengejar yang baik dan menolak serta
mengontrol yang jahat. Dalam perkembangannya, manusia membutuhkan bantuan orang
lain untuk dapat mengembangkan semua kemampuan yang dimilikinya secara memadai.
Konselor di institusi pendidikan berusaha dengan sejujur-jujurnya untuk
mempengaruhi arah perkembangan itu, konseli minta bantuan konselor karena dia
dari dirinya sendiri belum dapat menemukan arah perkembangannya sendiri. Karena
konseli belum mengenali dirinya sendiri, konselor mendampinginya mengumpulkan
data ekstrinsik tentang dirinya untuk melengkapi persepsi konseli terhadap
dirinya sendiri.
Konseli yang menghadap konselor atas
kemauannya sendiri akan lebih mudah dilayani, tetapi Williamson cenderung menerima
kemungkinan konselor memanggil siswa untuk diajak berbicara, meskipun konseli
tidak boleh dipaksa untuk melanjutkan hubungan dengan konselor. Dengan membantu
konseli berpikir secara tepat, berbagai permasalahan dapat diatasi (problem
solving). Konselor secara jelas ikut mengatur proses pemikiran
(strukturalisasi) dan terlibat dalam menyampaikan inforrnasi serta melakukan
kegiatan diagnostik. Proses konseling berlangsung melalui lima fase, yaitu :
1. Menciptakan
hubungan yang baik dalam suasana komunikasi pribadi yang memuaskan(a warm and
friendly relationship).
2. Pengembangan
pemahaman diri.
3. Penyusunan
suatu rencana bertindak.
4. Pelaksanaan
rencana.
5. Konsultasi
dengan tenaga Pembina/siswa yang perlu dibantu.
Konselor yang berpegangan pada
teori Trait-Factor mengikuti rangkaian langkah kerja yang agak mirip dengan
pelaksanaan studi kasus dan pelayanan dokter terhadap seorang pasien, yaitu :
1. Menganalisis
atau mengumpulkan data yang relevan.
2. Mensintesiskan
atau organisasi dari data itu untuk memperoleh gambaran yang selengkap mungkin
tentang konseli.
3. Mendiagnosis
atau menyimpulkan tentang unsur-unsur pokok dalam masalah konseli dan
sebab-musabab.
4. Prognosis
atau perkiraan tentang perkembangan konseli selanjutnya serta
implikasi-implikasi dari hasil diagnosis.
5. Konseling
atau wawancara perseorangan untuk memikirkan penyelesaian problem yang
dihadapi.
6. Tindak
lanjut (follow-up) atau bantuan kepada konseli bila timbul masalah lagi dan
evaluasi terhadap evektivitas konseling.
BAB
V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Pandangan Trait-Factor sebagaimana telah
diungkapkan dalam karya-karya tulis Parson dan Williamson bahwa cirri khas dari
pandangan ini adalah asumsi bahwa orang memiliki pola kemampuan dan minat yang
dapat diketahui melalui testing, dapat juga diselidiki kualitas-kualitas apa
yang dituntut dalam berbagai bidang pekerjaan. Seseoarang dapat menemukan
jabatan yang cocok baginya dengan cara mengkorelasikan kemampuan-kemampuan dan
minat yang dimilikinya dengan kualitas-kualitas yang secara objektifdituntut
apabila telah memangku jabatan tertentu. Maka, pandangan ini menyoroti
bagaimana seseorang akan membuat pilihan karier (vocational choice) yang dapat
dipertanggung jawabkan.
Meskipun pandangan Trait-Factor
mengandung kelemahan-kelemahan sebagaimana telah dijelaskan, namun pandangan
ini mempunyai relevansi bagi bimbingan karier. Data tentang diri peserta didik
sendiri merupakan bahan pertimbangan penting dalam merencanakan karir, asal
data itu tidak dibatasi pada data hasil testing psikologis. Demikian pula data
tentang kualifikasi-kualifikasi yang dibutuhkan dalam memegang suatu jabatan
merupakan sebagian dari data tentang lingkungan hidup. Disamping itu, pemikiran
tentang pencocokan abtara data psikologis dan data social dalam membuat
pilihan.
5.2. Saran
Dalam sebuah
teori belum tentu 100% benar,tetapi butuh pembuktian yang akurat untuk
memastikannya. Dalam melakukan suatu pekerjaan seseorang tidak dituntut untuk
mengejar suatu jabatan, tetapi lebih kepada bagaimana ia mampu untuk
menyempurnakan potensi yang dimilikinya untuk dapat ia pergunakan demi
kepentingan orang bersama, sehingga dengan kemampuan yang ia miliki ia mampu
menjadi orang yang tidak hanya berguna bagi dirinya sendiri, tetapi juga mampu
menjadi orang yang dapat menjadi inspirasi bagi orang lain. Dengan kata lain,
seorang professional akan melakukan suatu pekerjaan dengan cara yang ikhlas.
Dengan arti kata seseorang tersebut tidak mengerjakan apa yang ia sukai tetapi
menyukai apa yang ia kerjakan.
DAFTAR PUSTAKA
Baraja Abubakar. 2004. Psikilogi Konseling dan Teknik Konseling. Jakarta Timur: Studia Press.
Kurtanto, Edi, 2007. Bimbingan dan Konseling. Pontianak: CV Himalaya Raya.
Manrihu, Muhammad Thayeb. 1992. Pengantar Bimbingan
Konseling Karier. Jakarta : Bumi Aksara.
Sunarto, H dan Hartono, Agung. 2002. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta:
PT.Rineka Cipta.
Surya Mohamad. Teori-Teori Konseling. Bandung :
Penerbit Pustaka Bani Quraisy
Taufiq, Nurdjanna dan Dharma Agus. 1991. Pengantar Psikologi. Jakarta:
Erlangga.Tohirin. 2007. Bimbingan Konseling diSekolah dan Madrasah. Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada.
Walgito, Bimo. 2004. Bimbingan dan Konseling Studi Karier. Yogyakarta: CV. Andi Offset.
Winkel dan Sri Hastuti. 1991. Bimbingan dan
Konseling di Institut Pendidikan. Jakarta : Gracindo.
http://abangjo-sevenzero.blogspot.com/2009/10/trait-factor-counseling.html http://eko13.wordpress.com/2008/03/18/ciri-ciri-teori-konseling/
http://jamroh.wordpress.com/
http://kejarmimpi.blogspot.com/2009/05/pengertian-konseling-rational-emotive.html
http://khairiwardi.multiply.com/journal/item/4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar