Rabu, 02 Mei 2012

makalah toeri traits and factor


BAB l
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
            Secara historis bimbingan dan konseling timbul dari masalah pekerjaan atau jabatan yang kemudian berkembang ke bagian-bagian yang lain. Karena itu, untuk memperoleh pekerjan yang sesuai dengan apa yang ada dalam diri individu, diperlukan bimbingan yang sebaik-baiknya. Karier adalah pekerjaan, profesi (Hornby, 1957). Seseorang akan bekerja dengan senang hati, dengan penuh kegembiraan apabila apa yang dikerjakan itu memang sesuai dengan keadaan dirinya, sesuai dengan kemampuannya, sesuai dengan ,minatnya. Tetapi sebaliknya, apabila seseorang bekerja tidak sesuai apa yang ada dalam dirinya, maka dapat dipastikan ia akan kurang bergairah dalam bergairah, kurang senang, dan kurang tekun. Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa prinsip dasar agar seseorang dapat bekerja dengan baik, dengan senang, dengan tekun, diperlukan adanya kesesuaian antara tuntutan dari pekerjaan atau jabatan itu dengan apa yang ada dalam diri individu bersangkutan. Untuk mengarahkan ke hal tersebut diperlukan bimbingan secara baik, dan ini merupakan salah satu tugas dari pembimbing untuk mengarahkannya. Dengan demikian maka akan jelas apasebenarnya bimbingan karier itu.

            Dalam makalah ini, juga membicarakan tentang teori Trait-Factor dimana teori ini menekankan pada kemampuan manusia untuk berfikir rasional dan memandang masalah-masalah harus dipecahkan dengan menggunakan kemampuannya tersebut. Baik itu masalah yang terjadi dalam dirinya sendiri maupun yang datang dari lingkungan, serta membahas tentang fase-fase-fase dalam proses konseling, asumsi-asumsi dari beberapa ahli mengenai teori trait-factor, serta rangkaian langkah kerja dalam konseling. Untuk membantu dalam proses pemecahan masalah tersebut, di butuhkan pula  pendekatan-pendekatan pada individu dari seorang konselor. Dimana pendekatan yang dilakukan sebaiknya disesuaikan dengan karakter individu serta menurut topic permasalahan dari individu yang bermasalah.

            Untuk itu, makalah ini mencoba menjabarkan tentang cara-cara yang baik untuk individu agar kariernya dapat berjalan sesuai bakat, minat, intelegensi serta keterampilan yang dimiliki secara efiktif dan efisien.




1.2. Tujuan
·         Membantu individu dalam memilih suatu bidang pekerjaan yang sesuai dengan potensi individu itu sendiri
·         Memahami dirinya sesuai dengan kemampuan otak, bakat serta komponen lainnya.
·         Mengetahui segala persyaratan yang harus dipenuhi untuk dapat sukses dalam bidang pekerjaan tersebut.
·         Serta berfikir secara rasional terhadap kedua pernyataan tersebut.

1.3. Sasaran
·         Diperuntukkan bagi sisiwa atau pelajar-pelajar yang akan melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi
·         Calon-calon pelamar kerja pada perusahaan atau pemerintah, serta
·         Bagi konselor untuk membantu permasalahan diatas.



BAB II
PERMASALAHAN

Bila kita berbicara tentang permasalahan dalam berkarier, maka yang kita bayangkan adalah pekerjaan. Padahal masalah karier bukan hanya menyangkut soal kerja, melainkan juga studi untuk mencapai pekerjaan tersebut. Dalam berkarier, banyak orang salah menempatkan dirinya dalam pekerjaannya, dimana pekerjaan mereka tidak sesuai dengan bakat dan minat yang mereka miliki. Hali ini terjadi karena banyak factor, dari dalam dan luar. Tidak sedikit orang zaman sekarang yang mencari pekerjaan karena lowongan penerimaan  yang banyak, walau bakatnya tidak sesuai yang mereka pikirkan hanya “asal dapat kerja”( the bunt of a job). Sehingga timbul masalah baru dimana mereka tidak menguasi dengan baik terhadap bidang pekerjaan mereka. Dan pada intinya kedua hal ini terjadi karena mereka tidak mampu berpikir rasional atas bakat yang mereka miliki dengan peluang yang ada.

            Sedangkan permasalahan studi kareier dapat kita lihat pada siswa-siswa yang akan melanjutkan studi mereka pada jenjang yang lebih tinggi. Permasalahannya adalah mereka tidak memahami dimana bakat mereka, bagaimana menyalurkannya, tidak mampu menentukan suatu bidang studi yang menuntut pola kualifikasi yang sesuai, baik dengan kemampuan dibidang kognitif maupun dengan arah minatnya.

            Permasalah-permasalah diatas akan dibantu oleh konselor dengan menggunkan metode-metode dalam bimbingan dan konseling karier, tentunya dengan kerjasama yang baik antara kedua belah pihak.



BAB III
KONSEP POKOK TEORI

3.1. Isu-Isu Dalam Perkembangan Karier
Berbicara soal isu, maka oknum yang berperan biasanya adalah masyarakat dimana masyarakat sebagai penilai terhadap apa yang sedang atau telah kita lakukan. Dilihat dari segi studi atau bidang-bidang jurusan dalam bangku sekolah atau perkuliahan, maka banyak masyarakat yang beranggapan bahwa jurusan yang baik untuk dipilih adalah jurusan yang akan mengarah pada Pegawai Negeri Sipil (PNS), dimana Pegawai Negeri Sipil dianggap memilik hidup yang sejahtera dengan pensiunan yang kelak akan diterima. Selain itu ada pula yang mengsiukan bahwa jurusan yang baik dipilih lebih berorientasi pada kejuruan seperti SMK, dan menganggap bahwa sekolah umum hanya sia-sia, Karena tidak semua orang mampu untuk melanjutkan  ke bangku perkuliahan, sehingga dengan masuk ke sekolah kejuruan, maka tidak perlu bersusah payah untuk kuliah.

Namun ketika kita membahas isu dalam bekerja, maka ada juga yang berpendapat bahwa banyak orang yang bekerja hanya berorientasi pada keinginan untuk lebih cepat mendapatkan uang tanpa memikirkan dampak negative yang akan ditimbulkannya. Seperti, kolusi, korupsi dan nepotisme. Walaupun pada kenyataannya tidak semua orang seperti itu.

Mengambil satu contoh kasus pada karier seorang guru, dimana banyak guru yang diisukan dalam menjalani kariernya banyak yang melenceng dari pendidikan yang telah digelutinya. Misalnya saja seorang sarjana biologi yang mengajar pada studi sosiologi. Hal ini banyak terjadi sehingga, anggapan yang muncul adalah kurangnya pemahaman materi yang diberi.

Isu-isu diatas hanyalah segelintir dari isu-isu yang terjadi dalam masyarakat. Ada isu-isu yang dapat membangun namun banyak juga yang bisa menjatuhkan dalam proses pengmbangan karier seseorang. Maka tugas kita disinilah agar isu-isu tersebut dapat dinetralisir dikalangan masyarakat, sehingga timbullah sugesti-sugesti positif yang sedikit banyak akan membantu proses pengembangan karier. Dan cara yang yang paling utama adalah dengan menempatkan studi dan karier pada posisi yang benar-benar tepat sesuai dengan bakat dan minat masing-masing individu.
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. TEORI-TEORI STRUKTURAL
a.       Teori Trait-Factor
Pendekatan-pendekatan trait-factor atau matching, berpasangan dengan metode-metode actuarial, merupakan tema yang patut dimuliakan dalam bimbingan karir. Pada pendekatan-pendekatan trait-factor lebih deskriptif pengaruh-pengaruhnya terhadap pilihan daripada bersifat menjelaskan perkembangan karier. Pada pendekatan trait-factor, individu dilihat sebagai suatu pola sifat-sifat, seperti minat-minat , bakat-bakat, hasil-hasil belajar, cirri-ciri kepribadian yang dapat diidentifikasikan melalui alaat-alat objektif. Biasanya dengan melalui tes-tes atau inventori-inventori psikologis dan kemudian dibuat profilenya untuk menggambarkan potensi individu. Pendekatan-pendekatan trait-factor memandang okupasi-okupasi dengan cara yang sama, yaitu mudah dibuat profilenya menurut “banyaknya” sifat-sifat individu yang diperlukan.

Williamson telah merumuskan sejumlah asumsi yang mendasari Trait-Factor Counseling dalam suatu karangan yang dimuat dalam Theories of Counseling (Stefflre, 1965) yaitu:
1.      Setiap individu mempunyai sejumlah kemampuan dan potensi, seperti taraf intelegen, bakat khusus, dan tahap kreatifitas, serta taraf minat dan keterampilan yang sama-sama membentuk pola yang khas untuk individu itu.
2.      Pola kemampuan dan potensi yang tampak pada seseorang menunjukkan hubungan yang berlain-lainan dengan kemampuan dan keterampilan yang dituntut pada seorang pekerja diberbagai bidang pekerjaan. Juga minat-minat yang dimiliki seseorang menunjukkan hubunggan  yang berlain-lainan dengan pola minat yang ditemukan pada pekerja-pekerja diberbagai bidang pekerjaan.
3.      Sesuai dengan pola kurikulum program-program studi menuntut kualifikasi-kualifikasi tertentu. Calon siswa akan belajar lebih mudah dan dengan hasil yang lebih memuaskan, kalau pola dan minatnya sesuai dengan pola kualifikasi tertentu yang dituntut dari seorang siswa yang mengikuti program studi tertentu.
4.      Setiap individu mampu, berkeinginan, dan berkecenderungan untuk mengenal diri sendiri serta memanfaatkan pemahaman diri itu dengan berpikir baik-baik, sehingga dia akan menggunakan kemampuan-kemampuannya semaksimal mungkin dan dengan demikian mengatur kehidupannya sendiri secara memuaskan.

Frederickson (1982:18) mengemukakan beberapa asumsi yang mendasari teori trait-factor yaitu meliputi:
1.      Setiap individu memiliki suatu pola sifat-sifat yang unik yang dapat diukur secara akurat dan realiable.
2.      Setiap okupasi memiliki suatu pola persyaratan-persyaratan sifat yang unik dan dapat diukur yang diperlukan agar okupasi itu dapat dikerjakan dengan berhasil dalam berbagai setting.
3.      Adalah mungkin mencocokan sifat-sifat individu dengan sifat-sifat pekrjaan.
4.      Makin dekat kecocokan antara sifat-sifat individu dan sifat-sifat persyaratan kerja, maka lebih produktif dan puas seseorang dalam okupasi khusus itu.

Asumsi-asumsi diatas dapat membawa kepada suatu interpretasi kaku tentang konseling karier, yaitu mencocokkan orang-orang dengan pekerjaan-pekerjaan pada suatu waktu spesifik dalam hidupnya. Dalam hal ini konseling jabatan/karier berpegang pada teori kepribadian yang dikenal dengan nama teori Trait-Factor. Yang dimaksudkan dengan Trait adalah suatu ciri yang khas bagi seseorang dalam berfikir, berperasaan, dan berperilaku, seperti adanya intelegensia (berpikir), iba hati (berperasaan), dan agresif (berperilaku). Ciri-ciri dianggap sebagai dimensi-dimensi kepribadian, yang masing-masing membentuk suatu skala yang terentng dari sangat tinggi sampai sangat rendah.
Dengan demikian, misalnya seseorang dapat diidentifikasi sebagai salah seorang yang memiliki intelegen yang tinggi, kurang iba hati, dan agak agresif. Ciri-ciri itu diketahui melalui tes-tes psikologis. Beberapa ahli psikologi telah mencoba untuk menemukan seperangkat cirri dasar yang terbatas jumlahnya, dengan menganalisis data hasil testing psikologis melalui teknik statistik yang disebut Factor-Analysis. Ciri-ciri yang mereka temukan disebut dengan Factors. Jadi, teori Trait-Factor dapat disimpulkan adalah pandangan yang mengatakan bahwa kepribadian seseorang dapat dilukiskan dengan mengidentifikasikan sejumlah ciri, sejauh tampak dari hasil testing psikologi yang mengukur masin-masing dimensi kepribadian itu.
Konseling Trait-Factor berpegang pada pandangan yang sama dan menggunakan tes-tes psikologi untuk menganalisis atau mendiagnosis seseorang mengenai ciri-ciri atau dimensi-dimensi kepribadian tertentu, yang diketahui mempunyai relevensi terhadap keberhasilan atau kegagalan seseorang dalam memangku jabatan dan mengikuti suatu program studi.  Dalam hal ini program studi diinstitusi pendidikan juga dipandang sebagai jabatan sehingga diikuti sebagai cara bekerja yang sama terhadap pilihan bidang studi dan pekerjaan. Dengan demikian,aliran konseling jabatan telah memperluas diri menjadi konseling jabatan-akademik, yang dewasa ini sering disebut Konseling Karier.
Mengenai martabat kehidupan manusia, Williamson berpendapat bahwa manusia berpotensi untuk melakukan yang baik dan yang jahat. Namun, makna kehidupan adalah mengejar yang baik dan menolak serta mengontrol yang jahat. Dalam perkembangannya, manusia membutuhkan bantuan orang lain untuk dapat mengembangkan semua kemampuan yang dimilikinya secara memadai. Konselor di institusi pendidikan berusaha dengan sejujur-jujurnya untuk mempengaruhi arah perkembangan itu, konseli minta bantuan konselor karena dia dari dirinya sendiri belum dapat menemukan arah perkembangannya sendiri. Karena konseli belum mengenali dirinya sendiri, konselor mendampinginya mengumpulkan data ekstrinsik tentang dirinya untuk melengkapi persepsi konseli terhadap dirinya sendiri.
Konseli yang menghadap konselor atas kemauannya sendiri akan lebih mudah dilayani, tetapi Williamson cenderung menerima kemungkinan konselor memanggil siswa untuk diajak berbicara, meskipun konseli tidak boleh dipaksa untuk melanjutkan hubungan dengan konselor. Dengan membantu konseli berpikir secara tepat, berbagai permasalahan dapat diatasi (problem solving). Konselor secara jelas ikut mengatur proses pemikiran (strukturalisasi) dan terlibat dalam menyampaikan inforrnasi serta melakukan kegiatan diagnostik. Proses konseling berlangsung melalui lima fase, yaitu :
1.      Menciptakan hubungan yang baik dalam suasana komunikasi pribadi yang memuaskan(a warm and friendly relationship).
2.      Pengembangan pemahaman diri.
3.      Penyusunan suatu rencana bertindak.
4.      Pelaksanaan rencana.
5.      Konsultasi dengan tenaga Pembina/siswa yang perlu dibantu.

Konselor yang berpegangan pada teori Trait-Factor mengikuti rangkaian langkah kerja yang agak mirip dengan pelaksanaan studi kasus dan pelayanan dokter terhadap seorang pasien, yaitu :
1.      Menganalisis atau mengumpulkan data yang relevan.
2.      Mensintesiskan atau organisasi dari data itu untuk memperoleh gambaran yang selengkap mungkin tentang konseli.
3.      Mendiagnosis atau menyimpulkan tentang unsur-unsur pokok dalam masalah konseli dan sebab-musabab.
4.      Prognosis atau perkiraan tentang perkembangan konseli selanjutnya serta implikasi-implikasi dari hasil diagnosis.
5.      Konseling atau wawancara perseorangan untuk memikirkan penyelesaian problem yang dihadapi.
6.      Tindak lanjut (follow-up) atau bantuan kepada konseli bila timbul masalah lagi dan evaluasi terhadap evektivitas konseling.



BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Pandangan Trait-Factor sebagaimana telah diungkapkan dalam karya-karya tulis Parson dan Williamson bahwa cirri khas dari pandangan ini adalah asumsi bahwa orang memiliki pola kemampuan dan minat yang dapat diketahui melalui testing, dapat juga diselidiki kualitas-kualitas apa yang dituntut dalam berbagai bidang pekerjaan. Seseoarang dapat menemukan jabatan yang cocok baginya dengan cara mengkorelasikan kemampuan-kemampuan dan minat yang dimilikinya dengan kualitas-kualitas yang secara objektifdituntut apabila telah memangku jabatan tertentu. Maka, pandangan ini menyoroti bagaimana seseorang akan membuat pilihan karier (vocational choice) yang dapat dipertanggung jawabkan.
Meskipun pandangan Trait-Factor mengandung kelemahan-kelemahan sebagaimana telah dijelaskan, namun pandangan ini mempunyai relevansi bagi bimbingan karier. Data tentang diri peserta didik sendiri merupakan bahan pertimbangan penting dalam merencanakan karir, asal data itu tidak dibatasi pada data hasil testing psikologis. Demikian pula data tentang kualifikasi-kualifikasi yang dibutuhkan dalam memegang suatu jabatan merupakan sebagian dari data tentang lingkungan hidup. Disamping itu, pemikiran tentang pencocokan abtara data psikologis dan data social dalam membuat pilihan.
5.2. Saran
Dalam sebuah teori belum tentu 100% benar,tetapi butuh pembuktian yang akurat untuk memastikannya. Dalam melakukan suatu pekerjaan seseorang tidak dituntut untuk mengejar suatu jabatan, tetapi lebih kepada bagaimana ia mampu untuk menyempurnakan potensi yang dimilikinya untuk dapat ia pergunakan demi kepentingan orang bersama, sehingga dengan kemampuan yang ia miliki ia mampu menjadi orang yang tidak hanya berguna bagi dirinya sendiri, tetapi juga mampu menjadi orang yang dapat menjadi inspirasi bagi orang lain. Dengan kata lain, seorang professional akan melakukan suatu pekerjaan dengan cara yang ikhlas. Dengan arti kata seseorang tersebut tidak mengerjakan apa yang ia sukai tetapi menyukai apa yang ia kerjakan.



DAFTAR PUSTAKA

Anoraga, Pandji. 2005. Psikologi Kerja. Jakarta: PT.Asdi Mahasatya.
Baraja Abubakar. 2004. Psikilogi Konseling dan Teknik Konseling. Jakarta Timur: Studia Press.
Kurtanto, Edi, 2007. Bimbingan dan Konseling. Pontianak: CV Himalaya Raya.
Manrihu, Muhammad Thayeb. 1992. Pengantar Bimbingan Konseling Karier. Jakarta : Bumi Aksara.
Sunarto, H dan Hartono, Agung. 2002. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT.Rineka Cipta.
Surya Mohamad. Teori-Teori Konseling. Bandung : Penerbit Pustaka Bani Quraisy
Taufiq, Nurdjanna dan Dharma Agus. 1991. Pengantar Psikologi. Jakarta: Erlangga.
Tohirin. 2007. Bimbingan Konseling diSekolah dan Madrasah. Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada.
Walgito, Bimo. 2004. Bimbingan dan Konseling Studi Karier. Yogyakarta: CV. Andi Offset.
Winkel dan Sri Hastuti. 1991. Bimbingan dan Konseling di Institut Pendidikan. Jakarta : Gracindo.
http://abangjo-sevenzero.blogspot.com/2009/10/trait-factor-counseling.html
http://eko13.wordpress.com/2008/03/18/ciri-ciri-teori-konseling/
http://jamroh.wordpress.com/
http://kejarmimpi.blogspot.com/2009/05/pengertian-konseling-rational-emotive.html
http://khairiwardi.multiply.com/journal/item/4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar